Thursday, October 20, 2016

-------------------KEGIATAN KOMISARIAT UNPAD-------------------




------------------------------------PENGURUS KOMISARIAT UNPAD 2015-2016--------------------------




------------------------------WISUDA ABANG KAKA KOMISARIAT UNPAD------------------------




---------------------------------PERAYAAN ULANG TAHUN KOMISARIAT UNPAD---------------------




----------------LOKAKARYA KEPEMIMPINAN SEHARI SAJA----------------






 -----------PENDALAMAN ALKITAB KOMISARIAT UNPAD 2015-2016 DI KAMPUS -------------


--------------FUTSAL KOMISARIAT UNPAD DI LAPANGAN YPKP------------




Tuesday, May 31, 2016

Diskusi GMKI Komisariat Unpad bulan Mei



Praktik Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) “Skandal Panama Paper”dan Hingar Bingar Pengampunan Pajak “Tax Amnesty” di Indonesia




bersama bang Marnaek Tambunan


1.      Pendahuluan



Beberapa waktu lalu public dikejutkan oleh berita mengenai kebocoran dokumen finansial dari sebuah firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca. Data Panama Papers sebesar 2,6 terabita, yang berisi informasi sejak 1977 sampai awal 2015, tersebut berhasil diungkap ke publik. Dari data tersebut dapat diintip dunia offshore atau dunia tanpa pajak bekerja. Dalam jutaan lembar dokumen itu, tergambar dengan detail sejumlah perjanjian bisnis yang melibatkan perusahaan offshore yang dilakukan sejumlah tokoh kenamaan di dunia, termasuk para pengusaha dan pejabat Indonesia.
Panama Papers menyimpan data surat elektronik, tabel keuangan, paspor, dan catatan pendirian perusahaan, yang mengungkapkan identitas rahasia dari pemilik akun bank dan perusahaan di 21 wilayah atau yurisdiksi offshore. Di dalam data itu, tersimpan pula kerahasiaan hasil kejahatan, seperti harta hasil curian, korupsi, atau pencucian uang. Setidaknya ada 128 politikus dan pejabat publik dari seluruh dunia yang namanya tercantum dalam jutaan dokumen yang bocor ini[1]
Isu mengenai penghidaran pajak dengan memanfaatkan celah hukum (tax avoidance) pada umumnya bukan isu yang baru. Telah terjadi berbagai jenis motif penghindaran pajak, terutama ketika teknologi semakin berkembang pesat dan transaksi antar negara semakin berkembang. Kemunculan panama paper sepertinya cukup mampu menarik perhatian public ketika wakil-wakil rakyat tengah berdiskusi mengenai pengesahan RUU Pengampunan Nasional (tax amnesty).
RUU Pengampunan Pajak Nasional yang sarat dengan tarik menarik kepentingan dicitrakan kepada public sebagai bentuk dari pengamanan penerimaan negara dalam jangka panjang. Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa selain potensi repatriasi dana dari luar negeri, pelaksanaan tax amnesty, pemerintah akan memperoleh data tambahan mengenai wajib pajak. Tax amnesty disebut oleh Gubernur BI Agus DW Martowardojo bahwa penerapan kebijakan tax amnesty ini diperkirakan bakal memberikan efek positif bagi perekonomian domestik. Penerapan tax amnesty dapat menjadi pembiayaan alternatif dalam pembangunan nasional[2].
Kedua isu perlu didudukkan dan dibahas dengan jujur yang berlandaskan kepada konsep perpajakan yang sahih dan relevan. Artikel ini akan memberikan gambaran mengenai masing-masing isu dan pertalian keduanya dalam konteks konsep dan teori perpajakan.

2.      Landasan Teoritis Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Penghindaran pajak adalah upaya wajib pajak memanfaatkan celah hukum dengan tujuan efesiensi beban pajak. Celah hukum yang dimanfaatkan wajib pajak dapat terjadi akibat ketiadaan aturan yang jelas mengenai suatu skema atau transaksi. Suatu tindakan Wajib Pajak dapat dikatakan sebagai penghindaran pajak bila motif dari suatu transaksi atau skema yang dibuat Wajib Pajak tidak memiliki substansi bisnis atau alasan personal (Rachel Anne Tooma,2008, 12-13).
Penghindaran pajak saat ini menjadi perhatian utama hampir seluruh negara. Praktik penghindaran pajak terutama banyak dilakukan dalam transaksi bisnis lintas negara yang dilakukan oleh antar  perusahaan  yang  memiliki hubungan istimewa. Praktik penghindaran pajak umumnya dilakukan  dengan memanfaatkan disparitas. Praktik penghindaran pajak dirancang sedemikian rupa agar tidak melanggar ketentuan pajak secara hukum, namun melanggar substansi ekonomi dari suatu kegiatan bisnis. Praktik penghindaran pajak dilakukan dalam suatu perencanaan pajak yang dapat dilakukan dalam beberapa bentuk: (Darussalam, 2010):
a.       Substantive tax planning yang terdiri dari;
                                                        i.            memindahkan subyek pajak ke negara yang dikategorikan sebagai negara yang memberikan perlakuan khusus atas suatu jenis penghasilan,
                                                      ii.            memindahkan obyek pajak ke negara yang dikategorikan sebagai negara yang memberikan perlakukan pajak khusus atas suatu jenis penghasilan,
                                                    iii.            memindahkan subyek pajak dan obyek pajak ke negara yang dikategorikan memberikan perlakuan khusus atas suatu jenis penghasilan.
b.      Formal tax planning, melakukan penghindaran pajak dengan cara tetap mempertahankan substansi ekonomi dari suatu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk formal jenis transaksi yang memberikan beban pajak lebih rendah.

Penghindaran pajak berbeda dengan penggelapan pajak (tax evasion).Penghindaran pajak dilakukan dengan tidak melanggar hukum yang berlaku. Penghindaran pajak hanya memanfaatkan kelemahan dari aturan yang berlaku, seperti ketiadaan aturan atas suatu transaksi atau skema sehingga Wajib Pajak tidak dapat dikatakan melanggar hukum.  Berbeda dengan penghindaran pajak, penggelapan pajak merupakan upaya yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan melanggar aturan pajak yang berlaku, seperti melaporkan penghasilan yang tidak sesuai dengan fakta. Upaya pemberantasan penggelapan pajak dilakukan dengan pemeriksaan pajak (Rachel Anne Tooma, 2008 12-13).
Secara garis besar tax avoidance dilakukan dalam 3 hal, yakni (i) menunda penghasilan, (ii) tax arbitrage dengan memanfaatkan perbedaan tarif yang umumnya terkait dengan wajib pajak orang pribadi dan (iii) tax arbitrage untuk memanfaatkan perlakuan pajak yang berbeda (tax avoidance, evasion and administration,2008, 1443). Penundaan penghasilan dilakukan dengan tujuan untuk menunda pembayaran pajak, seperti penundaan pembagian dividen dari anak perusahaan di luar negeri kepada pemegang saham. Bentuk lain penghindaran pajak adalah memanfaatkan perbedaan tarif. Pada umumnya perbedaan tarif ini terkait dengan pajak progresif yang dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghindaraan pajak dengan memanfaatkan perlakuan pajak yang berbeda dapat terjadi bila perbedaan perlakuan tersebut dapat mengakibatkan kewajiban pajakyang berbeda, seperti perbedaan perlakuan pajak berdasarkan net income dan omset usaha (presumptive tax).
Dalam konteks perpajakan internasional, terdapat berbagai skema yang biasa dipakai oleh perusahaan multi nasional untuk melakukan penghematan pajak yaitu dengan skema:
a.      Transfer pricing
b.      Thin capitalization
c.       Treaty shopping
d.      Controlled foreign corporation (CFC)
Menurut OECD tax haven adalah jurisdiksi yang secara aktif membuatnya dapat menghindarkan pajak dari negara-negara yang pajaknya lebih tinggi. Istilah tax avoidance diakui, sebab ada banyak cara menghindari pajak tanpa melanggar hukum. Ada beberapa faktor yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi tax haven, yaitu:
1.        Tidak ada pungutan pajak atau pungutan pajak dengan tarif yang relatif sangat kecil.
Pada umumnya negara berupaya menggali potensi penerimaan yang berasal dari sektor perpajakan.Namun di negara tax haven entitas, trust maupun perorangan diberikandiberikan fasilitas tidak dipungut pajak atau pemungutan pajak dengan tarif yang sangat kecil.
2.        Minimnya ketersediaan mekanisme pertukaran informasi.
Mekanisme pertukaran data secara otomatis seperti ini yang tidak dapat ditemukan di negara berkembang manapun, khususnya dalam kaitannya dengan kekayaan yang disimpan di satu negara oleh warga dari negara lain. Tax haven biasanya malah menolak untuk berpartisipasi dalam kegiatan pertukaran informasi seperti ini.
3.      Kurangnya transparansi di negara tax haven, hal tersebut diindikasikan dengan beberapa peristiwa sebagai berikut (i) Rahasia perbankan sangat ketat karenatidak satu bank pun diizinkan untuk memberitahukan kegiatan bisnisnya. Setiap pelanggaran akan dikenakan sanksi yang berat (ii) Adanya kelonggaran ketentuan dimana perusahaan dapat menjalankan kegiatannya tanpa perlu mendaftarkannya ke pihak berwenang, mempublikasikan nama pendiri (settler) dan beneficiaries-nya. Jadi berbagai kegiatan ekonomi di tax haven sulit untuk dideteksi untuk untuk mengetahui siapa dan sedang melakukan apa.
4.        Tidak ada kegiatan usaha yang signifikan. Hal ini ditandai dengan tidak adanya aktifitas usaha riil di tax haven. Meskipun di dalam dokumen-dokumen perbankan atau perusahaan tercatat terdapat kegiatan usaha, secara substansial kegiatan usaha tersebut dilaksanakan di tempat lain.
 Beberapa kegiatan yang dilakukan untuk meminimalisasi beban pajak melalui tax haven termasuk:
  1. Transfer pricing yang dimanfaatkan dalam membeli barang dengan harga murah (under pricing) dan menjual kembali dengan harga tinggi (over pricing) sehingga laba dari negara produsen dan konsumen di gerus ke tax haven. Badan yang didirikan di tax haven tersebut sepertinya berfungsi sebagai ”brase Plate” company.
  2. Captive insurance companies didirikan di tax haven sebagai perusahaan asuransi atau reasuransi seluruh anggota grup dengan premi yang dibayar sebagai pengurang penghasilan perusahaan grup dari penghasilan.
  3. Captive banking dengan memanfaatkan kemudahan dari fasilitas yang kondusif untuk pusat keuangan maka banyak cabang atau anak perusahaan industri perbankan yang dioperasikan di tax haven.
  4. Pelayaran dengan bendera tax havens. Banyak negara yang menyediakan bendera pelayaran (flag of convience) demikian seperti Singapura, Hongkong, Malaysia, Liberia, Cyprus, Nederland, Panama, dan Vanuatu. Mereka membentuk perusahaan di negara dimaksud dan kepemilikan kapal diserahkan ke perusahaan tersebut.
  5. Back to back loan dan pararellel loan untuk menghindarkan ketentuan penangkalan minimalisasi capital (thin capitalization). Meminimalisasi potongan pajak atas bunga dan rekarakterisasi utang sebagai modal dapat dilakukan melalui rekayasa back to back loan demikian, dengan rekayasa seperti mendepositkan uang ke captive bank di tax haven dan bank tersebut meneruskan dana tersebut ke perusahaan lain anggota grup dalam bentuk pinjaman.
  6. Holding companies. Secara meluas dimanfaatkan untuk melakukan investasi di negara berkembang. Praktik yang dilakukan ialah mendirikan dan mendanai perusahaan di tax havens kemudian perusahaan holding tersebut menanam modal keperusahaan di negara berkembang. Rekayasa lain ialah dengan mendirikan perusahaan induk di negara maju dengan perusahaan anak di negara berkembang. Perusahaan holding demikian sering disebut ”money box” companies.
  7. Perusahaan lisensi. Rekayasa minimalisasi pemajakan atas royalti dapat dilakukan dengan mendirikan perusahaan di tax havens yang mengelola harta tidak berwujud (patents, copyrights, trademarks, formulas dan resep lainnya) yang sebetulnya merupakan milik perusahaan di negara lain.

3.      Landasan Teoritis Konsep Tax Amnesty

Penerapan tax amnesty semakin berkembang dan sering diterapkan selama beberapa dekade terakhir sehingga literatur perpajakan yang membahas konsep inipun semakin berkembang. Pada mulanya literatur yang membahas mengenai tax amnesty menitikberatkan mengenai respon wajib pajak terhadap kebijakan tersebut, efek penerimaan negara dengan adanya kebijakan ini dan efek jangka panjang dari tax amnesty terhadap kepatuhan pembayaran pajak. Namun, sayangnya hanya sedikit studi yang membahas mengenai perbedaan outcomes dari kebijakan tax amnesty di negara maju dan negara berkembang dimana hal tersebut berhubungan dengan ketentuan yang diterapkan sebagai perangkat tax amnesty dan kultur hukum pajak dari masing-masing jurisdiksi (Memon, 2015).
Dalam literatur hukum, amnesty didefinisikan sebagai pengampunan yang diberikan pemerintah kepada seseorang yang ditemukan melakukan kesalahan “a sovereign act of pardon and oblivion for past act granted by government to certain persons who have been found guilty of crime or delict…” sementara tax amnesty diasosiasikan kepada pihak yang melakukan penghindaran pembayaran pajak untuk mendorong wajib pajak dengan sukarela mematuhi kewajiban perpajakannya (Memon, 2015). Tax amnesty dapat didefinisikan sebagai suatu kemungkinan atau keadaan dimana dilakukan pembayaran pajak lebih rendah atas utang pajak yang harus dibayarkan (baik berupa denda administrasi maupun bunga) oleh subyek pajak sebagai bentuk dari pengampunan yang diberikan atas pelanggaran ketentuan pajak yang telah dilakukan di tahun pajak sebelumnya. Selain itu, tax amnesty juga diberikan agar subyek pajak mau melaporkan penghasilan/usahanya yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, memberitahukan keadaan/nilai yang sebenarnya sehingga kewajiban pajaknya lebih rendah. Namun, dimungkinkan juga bahwa pemberian tax amnesty disebabkan karena keterbatasan pemerintah untuk melakukan pemeriksaan kewajiban perpajakan kepada masing-masing wajib pajak sehingga diberikan tax amnesty (Jacques, Oliver dan Ruiz, 2010).
Pada umumnya sudah menjadi suatu kelaziman bahwa ketentuan penghapusan sanksi ini hanya berlaku untuk suatu kurun waktu tertentu. Permanent tax amnesty biasanya bukan menjadi suatu bagian dari struktur perpajakan yang melekat dan menjadi suatu regulasi yang berlaku terus menerusnya seperti halnya regulasi lainnya. Selain itu, catatan penting mengenai tax amnesty adalah terkait kelompok wajib pajak yang diidentifikasikan sebagai pihak yang dimungkinkan untuk menerima tax amnesty. Diharapkan adanya pengidentifikasian pemberian manfaat atas tax amnesty pada akhirnya berujung pada adanya suatu kesepakatan bahwa wajib pajak tersebut akan membuka informasi mengenai kegiatan ekonominya (penghasilan, harta dan lainnya) sebagai alat deteksi mengenai kewajiban perpajakan yang sesungguhnya.
Dalam berbagai literatur menyebutkan bahwa pada dasarnya, terdapat 4 tujuan pemerintah memberlakukan tax amnesty, yaitu:
a.       Meningkatkan penerimaan negara dan memperluas basis dan jumlah wajib pajak. Tujuan utama pemerintah memberlakukan tax amnesty adalah meningkatkan jumlah wajib pajak yang sebelumnya tidak melaporkan atau kurang melaporkan penghasilannya.
b.      Meningkatkan pengadministrasian atas kewajiban perpajakan bagi underground economy. Adanya tax amnesty diharapkan mengurangi kegiatan informal yang dilakukan oleh underground economy dan melakukan shifting ke kegiatan ekonomi formal dengan mempertimbangkan manfaat yang diperoleh dengan memiliki status sebagai wajib pajak.
c.       Mendorong penggunaan dana yang disimpan diluar negeri dalam keadaan idle untuk digunakan di dalam negeri dalam bentuk investasi. Diharapkan dengan adanya tax amnesty mampu menarik investasi subyek pajak/wajib pajak dari suatu jurisdiksi untuk melakukan investasi di daerah jurisdiksinya yang nantinya diharapkan mampu mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.
d.      Justifikasi untuk melakukan peningkatan kapasitas sistem perpajakan setelah melewati suatu masa reformasi. Ketika suatu sistem perpajakan baru saja mengalami perbaikan atau reorganisasi, dapat saja dilakukan tax amnesty yang kemudian setelah tax amnesty dilakukan standarisasi enforcement dan compliance sebagai bagian dari perbaikan sistem administrasi yang ada. Diharapkan adanya tax amnesty bisa menjadi sarana yang efektif untuk dalam proses transisi peningkatan kapasitas sistem perpajakan.
Pada umumnya outcomes yang diharapkan dengan adanya tax amnesty adalah memperluas jangkauan wajib pajak dan mendorong peningkatan kepatuhan pajak dimasa mendatang, meskipun dalam jangka pendek biasanya pemerintah memperoleh pengingkatan penerimaan. Namun, perlu juga ditekankan bahwa bagaimana outcomes yang ideal dari penerapan tax amnesty tidak dapat dirumuskan dengan pasti karena outcomes dari masing-masing negara berbeda-beda. Terlepas dari kemungkinan manfaat jangka panjang penetapan tax amnesty, berbagai perdebatan timbul. Tax amnesty dianggap tidak adil bagi wajib pajak yang patuh dan selalu menjalankan kewajiban perpajakannya. Tax amnesty juga sering dipandang sebagai bentuk dari kelemahan dari administrasi pajak untuk melakukan enforcement, sehingga cara singkat untuk menarik wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya adalah dengan memberikan tax amnesty. Tax amnesty yang dilakukan berulang-ulang juga cerminan dari struktur perpajakan yang tidak kokoh.


[1] Dikutip dari https://dunia.tempo.co/read/news/2016/04/05/116759790/apa-itu-skandal-pajak-panama-papers-ini-penjelasannya
[2] Dikutip dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/25/135031426/.Tax.Amnesty.Bisa.Jadi.Alternatif.Pembiayaan
.Ekonomi.?utm_source=RD&utm_medium=box&utm_campaign=Kaitrd