Penulis : Thomas Harming SuwartaKamis, 30 Agustus 2012 21:08 WIB
JAKARTA--MICOM: Meskipun Presiden sudah mengeluarkan keputusan presiden soal perpanjangan masa jabatan Komisioner Komnas HAM periode 2007-2012, aroma ketidakseriusan pemerintah dan juga DPR terhadap isu HAM di Tanah Air makin jelas tercium.
"Situasi yang dialami oleh Komnas HAM saat ini adalah bagian kecil dari sikap dan niat pemerintah dan juga DPR yang tidak cukup responsif apalagi peduli dengan soal-soal HAM di Tanah Air," tegas pengamat politik UI Boni Hargens yang bersama aktivis masyaarakat sipil mendatangi Kantor Komnas HAM, Kamis (30/8) sore.
Ia menegaskan, kalaupun ternyata diperpanjang, proses yang dilewati sebelumnya sampai keluarnya keputusan politik perpanjangan sudah cukup memberi gambaran betapa pemerintah dan DPR tidak mau peduli dengan isu-isu HAM.
"Bagaimana mungkin, mengurus soal-soal seperti ini saja harus berlarut-larut? Ini sikap arogan DPR dan ketidakpedulian SBY saja. Jadinya ya institusi ini antara ada dan tiada," imbuh Boni.
Ia membeberkan bagaimana SBY merespons isu-sisu HAM selama masa kepemimpinan dia, seperti beratus-ratus surat yang dilayangkan oleh Ibunda korban tragedi Trisakti, Sumarsih, kepada SBY yang satu pun tidak direspons.
"Tetapi giliran satu surat Nazaruddin saat itu, kok SBY cepat sekali meresponsnya. Ini kan jelas sikap semacam ini tidak punya keberpihakan pada HAM," imbuhnya.
Hal yang sama terjadi pada DPR yang menurut mahasiswa ilmu politik Universitas Humboldt, Jerman, ini terlalu sibuk dengan agenda politik taktis mereka sendiri.
"Kalau saja ingar-bingar politik praktis tidak menguasai senayan, maka soal-soal seperto seleksi Komisioner ini tidak boleh lalai. Kondisi ini sangat mengerikan, karena justru lembaga negara yang diharapkan publik mengurus soal HAM secara sistematis diabaikan oleh Pemerintah dan DPR," tandas Boni. (SW/OL-10)
Friday, August 31, 2012
Tuesday, August 28, 2012
Konflik Sampang Jangan Sampai Merembet ke Daerah Lain
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Abdul Hakim, mengimbau agar pemerintah pusat segera mengambil alih penanganan konflik Syiah di Sampang, Madura. Pemerintah pusat harus turun tangan langsung untuk menyelesaikan konflik tersebut agar konflik serupa tidak merembet ke wilayah lain di Indonesia.
"Kerusuhan ini telah kali kedua terjadi di Sampang, tetapi tidak ada campur tangan yang serius dari pemerintah pusat dalam meredam konflik ini. Apabila ada penanganan dini dari pemerintah pusat, kemungkinan tidak terjadi lagi kerusuhan lanjutan di Sampang saat ini," ujar Abdul Hakim, yang juga anggota Komisi VIII DPR, di Jakarta, Selasa (28/8/2012).
"Kami berharap pemerintah pusat dapat segera mengambil alih penanganan konflik Syiah di Sampang, Madura. Jangan hanya melempar tanggung jawab ke pemerintah daerah saja dan membiarkan pemerintah daerah sendiri mencari jalan keluar konflik tersebut. Seharusnya kalau pemerintah pusat dengan serius ikut menangani konflik ini, mungkin tidak terjadi lagi kerusuhan di Sampang," ujar Abdul Hakim.
Abdul Hakim menambahkan, pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) yang independen adalah langkah awal yang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat dalam penanganan konflik Syiah di Sampang. TPF bertugas mencari fakta-fakta dan informasi yang akurat di masyarakat mengenai pemicu konflik antara Syiah dan Sunni di Sampang. Hasil temuan TPF di lapangan bisa dijadikan masukan bagi perumusan jalan keluar konflik tersebut oleh pemerintah pusat.
Pemerintah pusat juga harus secepatnya menjembatani proses perdamaian dengan mengundang kedua belah pihak yang bertikai. Percepatan perdamaian di antara kedua belah pihak bisa segera meredam gejolak di masyarakat. Pemerintah pusat seharusnya dapat mengambil pelajaran dari kejadian kerusuhan di Sampang ini supaya pemerintah mempunyai tolok ukur dalam penyelesain konflik agama di daerah lain.
"Konflik Syiah di Sampang ini harusnya dapat dijadikan pelajaran bagi pemerintah. Seharusnya pemerintah dapat menangani konflik agama di masyarakat dengan baik dan tuntas tanpa ada lagi konflik-konflik lanjutan. Terkesan pemerintah tidak mempunyai prosedural yang baku dalam menangani permasalahan di daerah rawan konflik," ujar Abdul Hakim.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan perhatian terhadap pengungsi korban kerusuhan di Sampang. Pemerintah harus memberikan tempat yang baik bagi pengungsi dan memperhatikan keamanan mereka. Penempatan posko-posko di daerah konflik juga harus dilaksanakan oleh pemerintah agar keamanan di daerah konflik dapat segera kondusif.
Editor :Tjahja Gunawan Diredja
"Kerusuhan ini telah kali kedua terjadi di Sampang, tetapi tidak ada campur tangan yang serius dari pemerintah pusat dalam meredam konflik ini. Apabila ada penanganan dini dari pemerintah pusat, kemungkinan tidak terjadi lagi kerusuhan lanjutan di Sampang saat ini," ujar Abdul Hakim, yang juga anggota Komisi VIII DPR, di Jakarta, Selasa (28/8/2012).
"Kami berharap pemerintah pusat dapat segera mengambil alih penanganan konflik Syiah di Sampang, Madura. Jangan hanya melempar tanggung jawab ke pemerintah daerah saja dan membiarkan pemerintah daerah sendiri mencari jalan keluar konflik tersebut. Seharusnya kalau pemerintah pusat dengan serius ikut menangani konflik ini, mungkin tidak terjadi lagi kerusuhan di Sampang," ujar Abdul Hakim.
Abdul Hakim menambahkan, pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) yang independen adalah langkah awal yang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat dalam penanganan konflik Syiah di Sampang. TPF bertugas mencari fakta-fakta dan informasi yang akurat di masyarakat mengenai pemicu konflik antara Syiah dan Sunni di Sampang. Hasil temuan TPF di lapangan bisa dijadikan masukan bagi perumusan jalan keluar konflik tersebut oleh pemerintah pusat.
Pemerintah pusat juga harus secepatnya menjembatani proses perdamaian dengan mengundang kedua belah pihak yang bertikai. Percepatan perdamaian di antara kedua belah pihak bisa segera meredam gejolak di masyarakat. Pemerintah pusat seharusnya dapat mengambil pelajaran dari kejadian kerusuhan di Sampang ini supaya pemerintah mempunyai tolok ukur dalam penyelesain konflik agama di daerah lain.
"Konflik Syiah di Sampang ini harusnya dapat dijadikan pelajaran bagi pemerintah. Seharusnya pemerintah dapat menangani konflik agama di masyarakat dengan baik dan tuntas tanpa ada lagi konflik-konflik lanjutan. Terkesan pemerintah tidak mempunyai prosedural yang baku dalam menangani permasalahan di daerah rawan konflik," ujar Abdul Hakim.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan perhatian terhadap pengungsi korban kerusuhan di Sampang. Pemerintah harus memberikan tempat yang baik bagi pengungsi dan memperhatikan keamanan mereka. Penempatan posko-posko di daerah konflik juga harus dilaksanakan oleh pemerintah agar keamanan di daerah konflik dapat segera kondusif.
Editor :Tjahja Gunawan Diredja
Data PPATK: DKI Jakarta Pemprov Terkorup, Babel Terakhir
M Iqbal - detikNews
Jakarta PPATK mengungkap temuan soal pemerintah provinsi yang diduga paling marak melakukan tindak pidana korupsi. Dari data yang dilansir, Pemerintah provinsi DKI Jakarta berada di urutan pertama dengan presentase 46,7 persen, dan urutan ahir Kepulauan Bangka Belitung 0,1 persen.
"Jakarta paling tinggi tingkat korupsinya dilihat data per-provinsi," ujar Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, dalam pesan singkat kepada detikcom, Senin (27/8/2012).
Menurutnya, yang dimaksud dengan tingkat korupsi di Jakarta banyak modusnya. Salah satunya dilakukan dengan cara memindahkan dana anggaran APBD ke rekening pribadi para bendaharawan.
"Tidak terlalu spesifik seperti itu (memindahkan anggaran APBD ke rekening pribadi). Karena yang dimaksud dengan tingkat korupsi di Jakarta kan juga termasuk yang bukan dilakukan bendaharawan," tuturnya.
Atas temuan ini, pihaknya menyatakan telah melakukan koordinasi dengan kejaksaan terutama untuk dugaan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal korupsi.
"Hasil analisis untuk dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan tindak pidana asal korupsi yang dilakukan oleh bukan penyelenggara negara disampaikan ke kejaksaan. Selain itu, khusus untuk membenahi masalah ini PPATK juga sudah mengkomunikasikannya dengan Kemendagri, Kemenkeu dan Kemenpan," jelas Agus.
Selain itu, sebagai tindak lanjut atas temuan ini PPATK perlu ada pembenahan dalam sistem anggaran dan kebutuhan pembenahan dalam sistem pengawasan melekat (waskat).
"Karena ada loophole (lubang) di sistem anggaran yang harus dibenahi, ada kebutuhan pembenahan sistem waskat, dan perlunya pembinaan integritas para bendaharawan," ucapnya.
Dari lansiran PPATK yang diterima detikcom, pemerintah provinsi yang paling tinggi diduga melakukan tindak pidana korupsi adalah Pemprov DKI Jakarta berada di urutan pertama dengan 46,7 persen, menyusul Jawa Barat dengan 6,0 persen, Kalimantan Timur 5,7 persen, Jawa Timur 5,2 persen, Jambi 4,1 persen, Sumatera Utara 4,0 persen, Jawa Tengah 3,5 persen, Kalimantan Selatan 2,1 persen, Nangroe Aceh Darussalam 2,1 persen, Papua 1,8 persen,
Kemudian Sumatera Selatan 1,5 persen, Sulawesi Selatan 1,5 persen, Riau 1,5 persen, Kepulauan Riau 1,3 persen, Banten 1,3 persen, Lampung 1,2 persen, DI Yogyakarta 1,1 persen, Maluku 1,1 persen, Sulawesi Utara 0,9 persen, Kalimantan Barat 0,8 persen, Nusa Tenggara Timur 0,8 persen, Bengkulu 0,8 persen, Sumatera Barat 0,7 persen, Bali 0,7 persen, Kalimantan Tengah 0,6 persen, Sulwesi Tenggara 0,6 persen, Nusa tenggara Barat 0,5 persen, Papua Barat 0,5 persen, Maluku Utara 0,4 persen, Sulawei Tengah 0,4 persen, Sulawesi Barat 0,3 persen, dan terakhir Kepulauan Bangka Belitung 0,1 persen,
(iqb/mad)
Friday, August 24, 2012
Friday, August 17, 2012
Dirgahayu Republik Indonesia 67
Syalom.
GMKI Komisariat Unpad mengucapkan Dirgahayu Republik Indonesia ke 67.
Maju dan bangkit terus bangsaku tercinta dari setiap permasalahan yang ada, jadilah bangsa yang besar dan terhormat di mata dunia selamanya.
UOUS — at GMKI Cabang Bandung, Dago 109.
GMKI Komisariat Unpad mengucapkan Dirgahayu Republik Indonesia ke 67.
Maju dan bangkit terus bangsaku tercinta dari setiap permasalahan yang ada, jadilah bangsa yang besar dan terhormat di mata dunia selamanya.
UOUS — at GMKI Cabang Bandung, Dago 109.
Subscribe to:
Posts (Atom)